Oleh: Reidinar Juliane, Penanggung Jawab Senior, Komunikasi Senior

Di hari pertama saya bergabung dengan WRI Indonesia, salah satu kolega mendekati saya dan mengatakan: "Hai, kami akan mengadakan acara peluncuran hari ini. Karena latar belakangmu di bidang komunikasi, kamu saja yang menjadi MC ya". Percayalah, dia bukan satu-satunya orang merasa bahwa salah satu pekerjaan komunikasi adalah menjadi seorang MC.

Setiap tahun, saat saya bertanya kepada mahasiswa saya tentang alasan mereka memilih jurusan ilmu komunikasi, sebagian besar akan menjawab: "Karena saya suka bertemu dengan orang-orang.” Dan saat ditanya tentang pilihan karier komunikasi yang mereka inginkan, sebagian besar memilih manajemen acara, pemasaran, dan hubungan masyarakat, selain itu sebagian kecil di antara mereka memilih jurnalisme. Memang, banyak orang - termasuk beberapa kolega saya - mengasosiasikan komunikasi semata-mata sebagai kegiatan berinteraksi dengan orang lain atau penyampaian informasi.

Hal-hal tersebut tentunya merupakan bagian dari komunikasi, tetapi selalu ada proses berpikir di balik kegiatan-kegiatan tersebut. Komunikasi adalah ilmu.

Komunikasi melibatkan pemodelan, sama halnya dengan ekonomi dan epidemiologi. Pemodelan sering digunakan untuk memahami bagaimana aneka faktor seperti pesan (messaging), penyampai pesan (messenger), saluran komunikasi, situasi, sikap dan motivasi pribadi turut berperan dalam memengaruhi kesadaran, pemahaman, tujuan, atau perilaku seseorang.

Pemodelan seperti ini mewakili proses berpikir yang menghasilkan strategi komunikasi. Strategi komunikasi menentukan, antara lain, dampak atau tujuan yang diharapkan, siapa yang ingin dijangkau, siapa mereka, pesan, saluran yang paling efektif, dan cara kita mengukur dampak yang dihasilkan. Penelitian komprehensif perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai setiap aspek.

Misalnya, saat merancang strategi komunikasi di sektor kesehatan anak-anak untuk mendorong anak-anak agar lebih banyak berolahraga, kita perlu mengetahui pemahaman atau kesalahpahaman anak-anak tentang olahraga, nilai-nilai dan motivasi yang mendasarinya: Apakah mereka termotivasi secara intrinsik atau ekstrinsik? Apakah mereka umumnya mematuhi norma sosial? Apa sikap mendasar mereka terhadap olahraga? Dari mana mereka mendapatkan informasi? Siapa yang mereka percayai?

Kita dapat memilih memilih pendekatan yang paling cocok dan efektif dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Dalam konteks di atas, pesan yang mengeksplorasi manfaat-manfaat kesehatan internal dari berolahraga seperti "olahraga akan membuat Anda sehat dan merasa segar" akan paling efektif untuk anak-anak yang termotivasi secara intrinsik. Demikian pula, pesan yang menggambarkan manfaat eksternal dari olahraga seperti "olahraga akan membuat anda terlihat menarik" akan paling efektif untuk anak-anak yang termotivasi secara ekstrinsik. Pekerjaan kita belum selesai di tahap ini. Saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan (gaming vs. brosur), lingkungan anak-anak (kompetitif vs tidak kompetitif) dan variabel-variabel lainnya berinteraksi dengan cara yang menentukan bagaimana intervensi komunikasi dapat meningkatkan pengetahuan dan mendorong perilaku.

Proses berpikir yang sama juga dapat digunakan dalam bidang keberlanjutan yang menjadi fokus utama di WRI Indonesia. Para pekerja komunikasi mensegmentasi audiens sasaran dan menentukan penyusunan materi tentang perubahan iklim (misalnya dengan membangkitkan kewaspadaan vs harapan, dari perspektif ilmiah, kesehatan, bisnis, lingkungan) karena dampak yang ditimbulkan terhadap setiap audiens akan beragam. Setiap audiens juga memiliki preferensi masing-masing terkait penyampai pesan dan cara penyampaian seperti tatap muka, teks, video dan online. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, cara WRI Indonesia melakukan komunikasi adalah dengan secara eksplisit mempromosikan WRI Indonesia, bekerja sama dengan mitra dalam menjalankan kampanye kreatif, atau memberikan dukungan di belakang layar bagi penyampai pesan yang menyampaikan narasi.

Setiap strategi komunikasi akan membutuhkan solusi khusus yang harus dikaji secara komprehensif dan disampaikan dengan baik sesuai dengan tujuan dan dampak yang ingin dicapai oleh organisasi. Di perusahaan, kegiatan komunikasi dapat berupaya meningkatkan reputasi positif untuk mendapatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan dan meningkatkan kinerja bisnis. Di pemerintahan, kegiatan komunikasi dapat berupaya untuk mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan tertentu. Di LSM, seperti WRI Indonesia, kegiatan komunikasi dapat berupaya untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perilaku para pemangku kepentingan atau mendorong pejabat publik untuk mengeluarkan kebijakan tertentu.

Walaupun tujuan setiap lembaga berbeda-beda, kita perlu melakukan analisis agar intervensi komunikasi yang dijalankan dapat mencapai tujuan tersebut. Beberapa pihak mengukur keberhasilan dari jumlah pembaca untuk artikel

yang mereka terbitkan atau dari liputan media, tingkat pelibatan/ketertarikan, dan survei persepsi sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi untuk menilai pengetahuan dan reputasi. Beberapa pihak juga mengukur dampak setelah timeline intervensi untuk memastikan bahwa kegiatan komunikasi menghasilkan dampak jangka panjang.

Contoh strategi komunikasi kuat yang mengarah pada reputasi dan bisnis yang makmur dapat dilihat dari perusahaan pakaian outdoor AS yang mendorong rantai pasokan berkelanjutan dan melakukan advokasi lingkungan selama 35 tahun terakhir. Dengan menetapkan audiens sasaran (konsumen yang peduli dengan lingkungan dan berasal dari kelas menengah ke atas), tujuan (membangun bisnis sembari menjaga agar planet Bumi tetap aman), tindakan yang konsisten, pesan, kampanye kreatif, dan strategi keberlanjutan yang jelas - seperti cara mereka mendanai restorasi lingkungan alam dan membuat 70 persen dari produk mereka menggunakan bahan daur ulang - perusahaan ini telah berkembang dari perusahaan skala kecil menjadi pemimpin global dalam industri pakaian jadi yang berkelanjutan.

Sebaliknya, strategi komunikasi yang tidak memadai dapat menimbulkan kerugian. Di masa seperti ini, kita telah menyaksikan sendiri bahwa masyarakat menghadapi ketidakpastian saat Indonesia gagal memberikan informasi secara jelas dan memadai tentang COVID-19, perkembangan yang terjadi, dan ajakan beraksi kepada masyarakat. Strategi komunikasi yang kurang baik menimbulkan kebingungan bagi masyarakat, seperti informasi yang disampaikan di awal bulan Maret bahwa Indonesia tidak terpapar COVID-19 hingga pernyataan yang berbeda antara Presiden dan Menteri yang saling berkontradiksi terkait larangan mudik.

Di sinilah ilmu komunikasi dapat berperan. Tentunya, akan sangat bagus jika pekerja komunikasi bisa menjadi MC yang hebat, tetapi pekerjaan komunikasi lebih luas daripada sekadar berinteraksi dengan orang-orang. Strategi juga sangat penting. Saat melakukan pekerjaan komunikasi, susunlah strategi komunikasi yang tepat untuk memengaruhi sikap, perilaku, kepercayaan, dan bisnis. Tapi jangan khawatir, saya dengan senang hati tetap bersedia menjadi MC jika diperlukan.