Banjir adalah suatu kejadian tragis di Jakarta, suatu kota megapolitan dimana banjir besar menyebabkan wafatnya 40 orang dan kerugian mencapai Rp 32 triliun (2.4 miliar dolar AS) pada tahun 2013. Banjir kembali terjadi di awal tahun ini, dan kemungkinan akan terjadi lagi di tahun mendatang.

Kota terbesar di Asia Tenggara ini berinvestasi membangun bendungan, pelebaran aliran sungai, dan infrastruktur konstruksi lainnya untuk menangani banjir. Akan tetapi, kita juga harus memperhatikan infrastruktur alami kota yang telah mengalami kerusakan. Daerah hutan tangkapan air di sekitar Jakarta pada kondisi normal dapat menyimpan air dan secara perlahan mengalirkan air hujan tersebut untuk mengisi kembali lapisan akuifer, menstabilkan tanah, dan mencegah erosi.

Walaupun pengelolaan air di dalam wilayah kota sangat penting, pengelolaan air di daerah hulu juga tidak kalah penting untuk benar-benar melindungi Jakarta dari banjir dan kekurangan air. Ironisnya, deforestasi di daerah hulu membuat warga kota Jakarta harus pasrah saat cuaca ekstrem tiba. Di tengah bencana banjir, warga kota juga saat ini berjuang memenuhi kebutuhan akan air, yang sebagian disebabkan oleh deforestasi yang memperlambat kemampuan lapisan akuifer setempat untuk menyerap air kembali.

Kisah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung

Salah satu sungai yang mengalir melalui jantung kota Jakarta adalah Sungai Ciliwung. Sungai sepanjang 120 km ini berhulu di Bogor, dimana masih terdapat hutan yang tersisa, hingga pantai Jakarta. Sungai yang dulunya sehat sekarang rusak akibat polusi berat, siltasi berlebihan, dan perubahan pada struktur sungai yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Ancaman terhadap DAS dapat ditinjau lebih lanjut menggunakan Global Forest Watch Water, yang baru diluncurkan, yaitu suatu perangkat dan database pemetaan global yang mengkaji bagaimana hilangnya tutupan tajuk, pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan, serta ancaman lain terhadap infrastruktur alami mempengaruhi keamanan air di seluruh dunia. Sebagian besar hutan di DAS Ciliwung berada di wilayah hulu.

Walaupun sebagian dari wilayah DAS masih berhutan, degradasi hutan telah mengurangi kapasitas DAS dalam mengatur aliran dan kualitas air. Data GFW Water menunjukkan bahwa DAS tersebut telah mengalami kehilangan tutupan hutan historis yang tinggi, dengan sebagian besar terjadi sebelum tahun 2000.

Selain itu, lebih dari 50 persen wilayah DAS sudah dikonversi menjadi lahan perkotaan atau pertanian. Tanpa adanya struktur pohon, rumput dan akar yang dibutuhkan untuk menyerap air dan menahan tanah, kemampuan hulu DAS Ciliwung dalam menyimpan air dari curah hujan tinggi menurun secara drastis. Karena itu, perlindungan terhadap banjir, yang disediakan hutan sebagai lanskap alami, di kota Jakarta di wilayah hilir menjadi semakin berkurang.

Kerusakan DAS dan Berkurangnya Air

Banjir hanya merupakan sebagian dari kisah air Jakarta. Kekurangan air adalah masalah yang kedua.

Nilai dasar kelangkaan air di Jakarta adalah 4, dengan nilai tertinggi 5. Angka tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen pasokan air permukaan sudah tersedot. Nilai dasar kelangkaan air yang tinggi mengindikasikan bahwa Jakarta mengalami persaingan ketat akan sumber daya air di berbagai sektor, sehingga mempengaruhi sektor yang bergantung pada air, seperti pertanian dan energi, dan menyisakan sedikit air untuk jasa lingkungan. Kondisi ini juga membuat Jakarta menjadi semakin rentan terhadap meningkatnya permintaan akan air dan kekeringan, sehingga memaksa Jakarta untuk memanfaatkan air tanah.

Air tanah di Jakarta juga telah mengalami penurunan yang ekstrem. Kondisi ini sebagian diakibatkan oleh jutaan warga Jakarta yang mengekstraksi air melalui sumur dari akuifer dangkal di bawah tanah. Berkurangnya air tanah juga dikarenakan akuifer yang kesulitan mengisi air kembali pada laju normal akibat minimnya vegetasi yang membantu DAS menyimpan air, sehingga memperparah kekurangan air di tengah permintaan publik yang selalu tinggi.

Kondisi ini juga makin menenggelamkan Jakarta. Laju ekstraksi air dan pembangunan yang tinggi mengakibatkan penurunan muka tanah rata-rata 4 inci (10 cm) per tahun. Kejadian ini, yang disebut dengan subsidensi, telah merusak infrastruktur dan akan terus berlanjut apabila ekstraksi air besar-besaran terus dikelola secara buruk. Subsidensi juga menaikkan tinggi banjir karena permukaan tanah menjadi cekung, mengakibatkan peningkatan permukaan air laut dan badai akibat perubahan iklim yang semakin menggenangkan kota ini.

Langkah ke Depan yang Lebih Baik

Lanskap air di Jakarta meliputi kondisi kekurangan dan kelebihan air, yaitu kombinasi kekurangan air yang tinggi dengan banjir, dan diperparah oleh degradasi DAS. Akan tetapi, ada banyak solusi agar Jakarta dapat mengurangi risiko tersebut. GFW Water menyediakan rekomendasi dan rencana aksi berdasarkan kondisi risiko air di masing-masing DAS. Untuk Jakarta, rekomendasi ini mencakup reforestasi, regenerasi alami terbantukan melalui perlindungan serta pelestarian semai alami, dan agroforestri.

Jakarta mulai bertindak dengan melakukan uji coba solusi inovatif untuk melindungi wilayah sekeliling kota. Sebagai contoh, skema pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, Jawa Barat, sudah memanfaatkan penghasilan dari pembayaran akan air yang dikumpulkan oleh berbagai organisasi untuk mendanai reforestasi di wilayah hulu yang akan membantu memastikan tersedianya air bersih di hilir.

Jakarta tidak dapat mengatasi permasalahan banjir dan tenggelam sendiri. Jakarta juga perlu bekerja sama dengan wilayah sekitarnya untuk mengatasi kedua krisis tersebut. Untuk melindungi dari banjir dan memastikan akuifer terisi kembali, Jakarta dapat mendukung upaya restorasi infrastruktur alami di wilayah hulu di Jawa Barat. Untuk mengurangi ekstraksi air tanah, pemerintah kota dapat mengatur ekstraksi air dan bekerja sama dengan perusahaan penyedia air untuk menyediakan infrastruktur bagi perumahan dan bangunan agar dapat mengurangi ekstraksi air tanah. Jika dilakukan bersama, solusi ini dapat mengubah kondisi ekstrem air Jakarta saat ini menjadi situasi dengan persediaan air yang aman.