Oleh: Hendrika Tiarma

Desa Cipang Kiri Hilir yang berada di Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau merupakan salah satu desa yang terletak di ujung wilayah kerja Unit XVI Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Suligi Batu Gajah, Riau. Uniknya, desa ini berada di Hutan Lindung (HL) Sungai Rokan dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Pendalian, dengan tutupan hutan yang cukup baik.

<p>Peta Desa Cipang Kiri Hilir. Diolah oleh Dwiki Ridhwan/ WRI Indonesia</p>

Peta Desa Cipang Kiri Hilir. Diolah oleh Dwiki Ridhwan/ WRI Indonesia

Untuk menjaga tutupan hutan, masyarakat perlu diedukasi terkait pengelolaan sumber daya hutan. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) berperan penting tidak hanya dalam proses edukasi tersebut tetapi juga dalam mendorong warga masyarakat lainnya untuk mau dan mampu menjadi penyuluh (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/ Menlhk/ Setjen/ Kum.1/8/2016). Kesadaran pribadi menjadi landasan bagi PKSM untuk bergerak mengabdikan diri demi keberlanjutan hutan, dan diharapkan cara ini lebih efektif dan efisien untuk menjaga kawasan HL Sungai Rokan dan HPT Pendalian di sekitar Desa Cipang Kiri Hilir yang menjadi topangan hidup warga.

Dari pengalaman pre-assessment atau survei di Desa Cipang Kiri Hilir bersama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Suligi Batu Gajah dan Kelompok Kerja (Pokja) Transformasi Perbaikan Tata Kelola Lahan Riau, ditemukan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan cukup tinggi. Delapan dari 14 warga desa yang menjadi responden mengatakan bahwa mereka masih memanfaatkan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu, namun sayangnya hingga saat ini masyarakat belum mengetahui cara pengelolaan yang tepat.

<p>Kayu yang sudah dipotong rapi, diambil dari kawasan hutan. Foto: Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia</p>

Kayu yang sudah dipotong rapi, diambil dari kawasan hutan. Foto: Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia

Ketidaktahuan masyarakat terkait pengelolaan sumber daya alam terutama yang berasal dari hutan berdampak pada beberapa bencana alam, salah satunya longsor. Melihat bahwa Desa Cipang Kiri Hilir berada di wilayah berbukit dan dilalui cukup banyak aliran sungai, diperlukan pemahaman yang baik dari masyarakat untuk mengelola kawasan hutan dan lahan di sekitarnya.

<p>Tanah longsor di Jalan Menuju Rokan. Foto: Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia</p>

Tanah longsor di Jalan Menuju Rokan. Foto: Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia

Mengapa Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat dibutuhkan di Desa Cipang Kiri Hilir?

Dari proses assessment atau inventarisasi Desa Cipang Kiri Hilir selama lima hari, keluhan yang sering diutarakan oleh masyarakat adalah tidak adanya pendampingan dari pemerintah maupun pihak swasta di sekitar desa terkait dengan pengelolaan sumber daya hutan. Peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan, kemitraan usaha, pengembangan informasi dan teknologi usaha, percontohan, dan model usaha yang dilakukan oleh PKSM.

Pada pertemuan penyuluhan kehutanan tanggal 16 November 2017 di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat lima topik pembahasan di dalamnya salah satunya adalah pembinaan PKSM yang dianggap penting bagi isu kehutanan. Data Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan atau SIMLUH mencatat terdapat 94 orang PKSM di Provinsi Riau. Jumlah yang cukup banyak dibandingkan dengan penyuluh PNS dan penyuluh swasta. Dengan jumlah yang lebih banyak, diharapkan PKSM mampu menjangkau wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan penyuluh lainnya.

Terdapat dua poin penting menjadi seorang PKSM yaitu (a) Mempunyai sifat kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan teladan bagi masyarakat, dan (b) Mendapat pengakuan dari masyarakat sekitar bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan sebagai penyuluh kehutanan.

Jarak desa yang cukup jauh serta keterbatasan KPH Suligi Batu Gajah untuk mengakses Desa Cipang Kiri Hilir merupakan beberapa alasan dibutuhkannya dukungan PKSM dalam pendampingan masyarakat. Selain itu, saat ini belum terdapat Kantor Resort KPH Suligi Batu Gajah yang dapat memonitor lansekap HL Sungai Rokan dan HPT Pendalian. PKSM yang dapat melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan secara mandiri dapat menumbuhkembangkan kegiatan penyuluhan hutan secara aktif di Desa Cipang Kiri Hilir.

PKSM juga memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan menyampaikan pendapat, sehingga dapat membangun relasi dan kedekatan emosional bersama warga setempat.

<p>Transect Walk Menuju Wilayah Perusahaan Sawit, Fitriyanda/ Pemuda Desa Tandun</p>

Transect Walk Menuju Wilayah Perusahaan Sawit, Fitriyanda/ Pemuda Desa Tandun

Keberadaan PKSM juga dapat secara aktif menjadi jembatan antara masyarakat dengan KPH Suligi Batu Gajah bahkan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, baik terkait informasi dan temuan-temuan di lapangan yang harus disampaikan kepada instansi kabupaten/ kota/ provinsi/ pusat maupun sebaliknya. Hal ini penting dilakukan agar terjadi keselarasan di antara kegiatan pembangunan kehutanan dan sektor lainnya.

<p>Diskusi terkait batas adat dengan Datuk di Desa Cipang Kiri Hilir menggunakan peta. Foto: Fitriyanda, Pemuda Desa Tandun</p>

Diskusi terkait batas adat dengan Datuk di Desa Cipang Kiri Hilir menggunakan peta. Foto: Fitriyanda, Pemuda Desa Tandun

<p>Surat Batas Tanah Ulayat Cipang Kiri oleh Wali Nagari, Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia</p>

Surat Batas Tanah Ulayat Cipang Kiri oleh Wali Nagari, Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia

Dengan manfaat PKSM yang besar, jumlah dan keberadaan PKSM perlu ditingkatkan. Seperti yang disorot oleh Ibu Siti di Jawa Barat, minimnya Penyuluh Kehutanan di Jawa Barat menimbulkan kewalahan tersendiri terutama untuk menghadapi luas wilayah jangkauan, jarak tempuh, serta populasi masyarakat yang cukup besar. Permasalahan yang sama juga dialami Provinsi Riau. Jumlah PKSM yang berada di Kabupaten Rokan Hulu hingga saat ini hanya 8 orang, yang harus membawahi 16 kecamatan. Ditambah lagi dengan adanya perubahan struktur organisasi PKSM yang dahulu menginduk pada Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Riau (BAKORLUH) dan saat ini menginduk pada KPH. Untuk menjawab beberapa hambatan di atas, yang dapat didorong saat ini adalah menciptakan atmosfer kerja sama positif antara PKSM dan KPH Suligi Batu Gajah.

<p>Masyarakat Menggunakan Perahu di Sungai Mentawai, Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia</p>

Masyarakat Menggunakan Perahu di Sungai Mentawai, Hendrika Tiarma/ WRI Indonesia

Jika PKSM terus didorong dan diberdayakan, diharapkan program peningkatan kapasitas terkait isu kehutanan akan berjalan lebih efektif dan efisien dan mencetak agen-agen pelestari kehutanan di level desa, sehingga berdampak positif terhadap situasi ekonomi keluarga petani serta kelestarian fungsi hutan dan lingkungan.