Dampak COVID-19 terhadap kehidupan dan ekonomi sangat memprihatinkan. Indonesia mencatat tingkat kematian akibat COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara dan banyak masyarakat terdampak secara ekonomi akibat pandemi ini. Meskipun kita sudah menerapkan social distancing dan membantu kelompok yang rentan akan dampak dari pandemi ini, kita mulai perlu memikirkan langkah selanjutnya: Bagaimana kita dapat mencegah krisis di masa mendatang? Salah satu jawabannya adalah dengan menangani perubahan iklim, sebelum perubahan iklim berdampak semakin buruk terhadap kesehatan manusia.

Pandemi COVID-19 dan krisis iklim membutuhkan solusi, dan solusi tersebut berarti melakukan perubahan besar dan pemikiran jangka panjang baik di tataran individu, nasional, dan global. Persiapan dan tanggap cepat dalam memitigasi kondisi darurat tentu memerlukan biaya dan sumber daya. Akan tetapi, pandemi ini menunjukkan bahwa kita harus menanggung biaya dan sumber daya lebih tinggi jika kita tidak mengambil tindakan.

Dampak perjalanan pribadi

Krisis COVID-19 dapat menjadi momen refleksi bagi kita untuk memikirkan ulang mengenai perilaku dan kegiatan kita sehari-hari, yang mungkin juga dapat membantu kita dalam memitigasi perubahan iklim. Salah satu perilaku tersebut adalah berkurangnya jumlah perjalanan untuk mencegah penyebaran virus. Sebelum pandemi ini merebak, bekerja secara jarak jauh masih sulit dibayangkan dan emisi yang dihasilkan dari penerbangan sangat tinggi . Kini, sebagian besar dari kita diam di rumah dan menghindari perjalanan yang kurang terlalu dibutuhkan. Setelah pandemi ini berakhir, kita mungkin akan memiliki perspektif baru mengenai perjalanan apa saja yang memang sungguh diperlukan dan mana yang dapat kita hindari.

Sektor transportasi merupakan kontributor utama penghasil emisi. Menurut sebuah sumber pada tahun 2017, sektor transportasi menghasilkan lebih dari setengah rata-rata emisi CO2 tahunan di Jakarta. Selain itu, terlalu banyak kendaraan yang beroperasi juga merugikan kesehatan dan produktivitas masyarakat akibat pencemaran udara dan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, walaupun transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita serta menghubungkan antar-lokasi dan antar-individu, kita dapat beradaptasi dengan menyesuaikan frekuensi bepergian.

Menghindari perjalanan yang kurang perlu saat pandemi tidak hanya mencegah penularan virus, tetapi juga merupakan kontribusi kita untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan.

Mengurangi emisi dari perjalanan pribadi

Pendekatan Avoid-Shift-Improve (A-S-I) merupakan kerangka yang sudah teruji dan efektif untuk mengurangi emisi yang dihasilkan oleh individu di perkotaan. Pendekatan A-S-I mengikuti hierarki sebagai berikut: upaya “avoid/hindari” harus dijalankan terlebih dahulu, diikuti oleh upaya “shift/beralih” dan yang terakhir upaya “improve/perbaiki”.

  • Avoid: Menghindari perjalanan. Pandemi ini telah mengajarkan kita bahwa video conference seringkali sama efektifnya dengan pertemuan langsung.
  • Shift: Beralih untuk menggunakan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, di kota-kota besar Indonesia, masyarakat dapat mengurangi emisi sebesar 60-90% jika beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
  • Improve: Meningkatkan efisiensi energi dalam moda transportasi dan teknologi kendaraan. Misalnya, dengan berbagi tumpangan atau menggunakan bahan bakar dan kendaraan yang lebih bersih.

Edukasi dan perubahan perilaku

Langkah pertama untuk memecahkan masalah adalah dengan mengakui adanya masalah tersebut. Akan tetapi, 45% masyarakat Indonesia masih menolak untuk mengakui atau bahkan tidak mengetahui bahwa perubahan iklim sedang terjadi, dan bahwa perubahan iklim diakibatkan oleh kegiatan manusia. Oleh karena itu, tujuan dari Inisiatif Pengurangan dan Penyerapan Emisi WRI Indonesia adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang perubahan iklim dan emisi, dan kemudian menginformasikan berbagai peluang bagi masyarakat untuk mengambil tindakan dalam melawan perubahan iklim.

Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perubahan perilaku melalui aplikasi seluler kami yang akan diluncurkan, Emisi. Dengan menggunakan Emisi, para pengguna di Indonesia dapat menghitung, mengurangi, dan menyerap emisi transportasi mereka.

Emisi akan mendorong pengguna untuk mengurangi emisi dengan menggunakan hierarki Avoid-Shift-Improve (A-S-I) melalui cara-cara berikut:

  • Avoid: Saat pengguna memilih untuk menambahkan perjalanan ke profil mereka, aplikasi akan menanyakan kepada pengguna tentang apakah mereka memang sungguh-sungguh perlu bepergian, dan mengingatkan mereka bahwa setiap perjalanan akan menambah jumlah emisi.
  • Shift: Jika pengguna memilih moda transportasi pribadi (yakni mobil atau motor) untuk sebagian atau seluruh perjalanan, aplikasi akan menyarankan agar pengguna beralih dan menggunakan transportasi umum (yakni bus atau kereta). Fitur ini akan muncul selama dan setelah pengguna menambahkan sebuah perjalanan. Dari segi jumlah emisi yang dihasilkan, bus menghasilkan emisi yang paling rendah, diikuti oleh kereta, motor dan mobil, tetapi kami memilih untuk hanya membedakan antara transportasi umum dan kendaraan pribadi untuk alasan kemudahan.
  • Improve: Saat memasukkan jumlah penumpang untuk moda transportasi pribadi, pengguna akan diingatkan bahwa berbagi tumpangan dengan lebih banyak orang akan mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan per orang.

Pendekatan di atas mungkin tidak dapat diterapkan setiap saat atau oleh setiap orang. Misalnya, di saat pandemi ini, layanan transportasi umum mungkin terbatas di daerah pedesaan dan tidak disarankan untuk memastikan safe distancing. Akan tetapi, ini dapat menjadi titik awal untuk mulai memikirkan cara guna mengurangi emisi.

Kami menantikan masukan dari Anda untuk versi beta dari Emisi, yang sudah tersedia di Google Play Store sejak 22 April 2020, untuk memperingati Hari Bumi. Produk aplikasi final akan diluncurkan pada akhir tahun ini.

Memaksimalkan pilihan yang kita ambil

Pilihan yang kita ambil mungkin terasa tidak signifikan. Tetapi, dampak terhadap lingkungan dan krisis yang dihasilkan oleh pilihan tersebut sangat besar. Perilaku kita juga dapat memicu “penularan perubahan perilaku” serta menyebarkan gagasan secara cepat dalam masyarakat, yang mengarah kepada perubahan sistemis.

Masa depan pandemi ini ada di tangan kita. Inilah saatnya untuk membangun kembali dengan lebih baik. Salah satu skenario yang dapat terjadi di masa mendatang adalah kita kembali kepada cara-cara kita berkegiatan sebelumnya (‘business as usual’) dan penurunan emisi saat ini hanya bersifat sementara atau bahkan akan kembali meningkat. Skenario yang lain adalah, bahwa pandemi ini dapat menjadi awal bagi kita untuk berefleksi mengenai konsumsi pribadi dan kebiasaan bepergian kita, yang kemudian mengarah kepada aksi kolektif dan kebijakan lingkungan yang komprehensif.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang inisiatif ini, lihat di sini.