Tulisan ini sebelumnya telah diterbitkan di The Conversation.

Sebuah studi pada tahun 2015 oleh Jenna Jambeck, ahli kelautan asal Amerika Serikat (AS), mengungkapkan enam dari 11 negara Asia Tenggara berada dalam 20 negara teratas yang salah mengelola sampah plastik mereka.

Indonesia berada dalam posisi kedua, diikuti oleh Filipina (ketiga), Vietnam (keempat), dan Thailand (keenam), Malaysia (kedelapan), dan Myanmar (ke-17).

Total polusi plastik laut di negara-negara itu mencapai 1,4-3,54 juta metrik ton per tahun, dari 8-12 metrik ton secara global.

Grafik sampah plastik dari 9 negara ASEAN.

Terletak di antara Samudra Pasifik dan Hindia, negara-negara ASEAN perlu mengelola tidak hanya sampah plastik mereka sendiri, tetapi juga sampah dari sumber lain, seperti negara atau lautan.

Oleh karena itu, kami menyarankan upaya kolaboratif dari negara-negara ASEAN untuk melawan masalah sampah plastik laut global.

Apa yang telah dilakukan ASEAN sejauh ini?

Tahun 2019, masalah sampah laut sebagai masalah lintas batas atau “transboundary issue” menjadi sorotan ketika pertemuan menteri ASEAN di Bangkok, Thailand, yang dihadiri oleh delegasi dari sepuluh anggota ASEAN.

Pertemuan tingkat tinggi tersebut mendorong agar negara-negara menyusun rencana aksi, dalam tingkat nasional dan regional, untuk mengatasi masalah sampah lautan. Akhirnya, negara-negara anggota ASEAN meluncurkan ASEAN Framework of Action on Marine Debris atau Kerangka Kerja Atasi Sampah Laut sebagai langkah yang optimis di masa depan.

Namun, ini perlu diterjemahkan ke dalam rencana aksi regional yang konkret melalui proses yang mengikat secara hukum dengan pencapaian dan peran pemangku kepentingan yang jelas.

Sampah plastik di wilayah ASEAN berasal dari anggota negara-negara ASEAN dan lautan global. Foto: Dedhez Anggara/ANTARA FOTO

Pada tingkat nasional, beberapa negara telah menyusun rencana mereka sendiri untuk mengurangi sampah plastik di daratan.

Namun, belum ada rencana yang spesifik untuk mengatur sampah plastik lautan di tingkat regional.

Setiap negara memiliki kebijakan sendiri-sendiri untuk mengelola sampah di dalam wilayah mereka.

Di Malaysia, pemerintah telah memberlakukan larangan penggunaan plastik sekali pakai.

Pemerintah Thailand juga sedang aktif mendiskusikan kemungkinan pajak sampah.

Sementara, negara-negara lain, seperti Singapura dan Vietnam, sudah mendeklarasikan komitmen nasional untuk melawan sampah plastik laut.

Indonesia sendiri sedang memperbarui teknologi daur ulang sampah dan mengembangkan kapal pengumpul sampah.

Plastik laut bisa melukai satwa di laut dan area pantai. Foto: Pixabay

Sebagai tambahan bagi kebijakan sampah setiap negara, negara-negara di ASEAN harus menyusun rencana aksi regional yang memasukkan tindakan bersama untuk mengurangi plastik di lautan.

Untuk memastikan agar rencana tersebut efektif, kami merekomendasikan aksi-aksi ini harus dimonitor dan dilaporkan dalam pertemuan ASEAN tingkat tinggi karena negara-negara ASEAN tidak hanya menerima sampah dari wilayah mereka sendiri, tetapi juga negara lain di dunia.

Sementara kawasan ini, yang didominasi oleh negara-negara berkembang berpenduduk padat, masih kesulitan mengurangi sampah plastik di darat, mereka juga harus memecahkan masalah sampah laut dari negara-negara tetangga akibat angin dan arus laut di daerah pantai mereka.

Rencana aksi regional bisa memperkuat warisan ASEAN terkait sampah plastik dan menyediakan model untuk aksi global.

Kami merekomendasikan kolaborasi di antara negara-negara ASEAN untuk mengembangkan teknologi daur ulang sampah.

Ini sangat penting karena karakteristik sampah kita berbeda dengan sampah negara Eropa atau Amerika Serikat.

Dengan kemitraan dan pengelolaan yang kuat, teknologi ini bisa tersedia untuk mengelola sampah di lautan di kawasan tersebut.

Kolaborasi, antara pemerintah, sektor swasta, organisasi nirlaba dan universitas, harus meliputi:

  • perangkat hukum yang efektif
  • pengelolaan berdasarkan pengawasan dan penilaian
  • transisi ke ekonomi sirkuler
  • infrastruktur pengelolaan sampah
  • dukungan untuk kemitraan publik dan swasta

Kami juga merekomendasikan pemberian dana untuk penelitian sampah laut dan juga memastikan kebijakan dan regulasi dilaksanakan berdasarkan penelitian tersebut.

Mencapai lautan yang sehat

Sampah laut berhubungan erat dengan kesehatan laut, tetapi juga kesehatan manusia sendiri.

Butuh ratusan tahun untuk plastik, baik dari ukuran terbesar (makro), kecil (mikro), hingga terkecil (nano), untuk terurai.

Plastik bisa berpotensi menyebarkan penyakit dan spesies invansif, merusak biota laut, ekosistem, dan juga manusia melalui rantai makanan.

Jadi, mengatasi masalah ini sangat penting karena kita juga bertujuan untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk konsumsi dan produksi berkelanjutan, perubahan iklim, dan kemitraan untuk pengembangan ramah berkelanjutan.

Untuk mencapai target-target ini, kita harus mengatasi tantangan utama sampah plastik laut di negara-negara ASEAN.

Terakhir, kita perlu meningkatkan perilaku publik melalui edukasi sampah, yang berada dalam tingkat yang mengkhawatirkan.

Ini bisa terlihat dengan mudah dengan mengamati jalan, gorong-gorong, sungai, dan pantai.

Sampah laut plastik adalah masalah yang kompleks dan dampaknya mencerminkan karakteristik masyarakat, peradaban, dan negara.

Dengan melakukan aksi bersama, kami berharap bisa menyelamatkan kehidupan tumbuhan dan binatang dalam ekosistem laut dan meningkatkan kesehatan laut.