Siapa yang harus memimpin upaya melawan perubahan iklim? Menurut sebagian orang, jawabannya adalah pelaku bisnis, dengan kegiatan operasi dan produksi yang menjadi penyebab sebagian besar emisi. Menurut sebagian lainnya, pemerintah nasional dapat menerapkan kebijakan yang bisa mempercepat transisi menuju masa depan rendah karbon. Kenyataannya, jawabannya adalah keduanya. Kita membutuhkan kerja sama sektor swasta dan pemerintah untuk mengatasi masalah sebesar krisis iklim.

Penelitian kami yang berjudul The Ambition Loop menunjukkan bahwa tindakan para pelaku bisnis untuk mengatasi perubahan iklim dapat mendorong pemerintah untuk menetapkan kebijakan iklim yang kuat. Begitu pula sebaliknya. Tindakan pemerintah menetapkan target dan undang-undang baru akan semakin meyakinkan perusahaan bahwa investasi untuk masa depan tanpa karbon adalah keputusan bisnis yang cerdas. Sebagai contoh, 28 perusahaan besar baru-baru ini menyatakan komitmen untuk menetapkan target iklim sesuai dengan batas kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius serta mengajak pemerintah untuk menunjukkan tingkat ambisi yang sama pada Konferensi Aksi Iklim PBB September mendatang.

Data merupakan salah satu kunci utama dalam kerja sama bisnis dan pemerintah demi meningkatkan aksi iklim.

Negara-negara harus lebih transparan dalam melaporkan emisi gas rumah kaca mereka untuk meyakinkan publik bahwa ada perkembangan dalam pencapaian target iklim nasional. Hal ini tidak dapat dilakukan pemerintah tanpa bantuan sektor swasta untuk menyediakan data penting terkait emisi yang muncul dari kegiatan bisnis. Data yang kredibel dan terperinci dari pemerintah dan aktor non-negara sangat penting dalam memenuhi persyaratan pelaporan berdasarkan Perjanjian Paris. Lebih penting lagi, keberadaan data ini akan membantu pemerintah memastikan pencapaian komitmen iklim yang telah dibuat.

Dalam kertas kerja terbaru yang bertajuk Data dan Siklus Ambisi untuk Meningkatkan Aksi Iklim, WRI menguraikan bagaimana pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengembangkan sistem inventarisasi gas rumah kaca perusahaan dan nasional yang lebih kuat, dan bagaimana data tersebut dapat digunakan dalam mengambil keputusan. Kerja sama publik-swasta ini juga dikenal sebagai siklus data (data loop). Analisis kami juga menunjukkan bagaimana siklus data dan ambisi dapat bahu membahu untuk membuka peluang dalam meningkatkan aksi iklim, dengan fokus di Asia Tenggara.

Siklus Data untuk Aksi Iklim

Pemerintah memiliki dua cara untuk mendorong sektor swasta menyediakan data terkait iklim, yaitu melalui pelaporan wajib dan pemberian insentif untuk partisipasi mereka dalam system pelaporan sukarela. Melalui data, sektor swasta bisa membantu pemerintah memperkuat sistem penghitungan, pelaporan, dan verifikasi baik di dalam maupun luar negeri. Sistem-sistem ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan membangun kepercayaan dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Seperti yang dijelaskan di bawah ini, semakin banyak data akan semakin baik untuk bisnis: Aliran informasi yang lebih terbuka akan menghasilkan kebijakan pemerintah yang lebih baik dan struktur insentif yang dirancang dengan baik. Hal ini akan memberikan peluang bagi sektor swasta untuk mengurangi emisi dan berinvestasi lebih besar pada solusi iklim.

Berikut adalah tiga hal yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam membangun siklus data yang efektif:

  • Pelaporan wajib saja tidak cukup; pemerintah harus membangun kepercayaan atas sistem-sistem ini. Misalnya, saat merancang sistem pelaporan wajib, pemerintah dapat menerapkan langkah-langkah untuk memastikan kerahasiaan data-data komersial yang sensitif, mengadopsi standar metodologi yang kuat, menyelaraskan pelaporan gas rumah kaca dengan persyaratan pelaporan lainnya, memperkuat proses manajemen pemangku kepentingan, serta merumuskan struktur hukum yang jelas untuk memastikan keberlanjutan sistem. Hal ini sudah dilakukan oleh sebagian besar negara maju untuk membangun sistem pelaporan wajib yang lebih baik. Sebagai contoh, Korea Selatan mengembangkan Sistem Manajemen Target Gas Rumah Kaca melalui konsultasi mendalam antara pemerintah dan sektor swasta.
  • Skema pengungkapan atau pelaporan secara sukarela juga perlu digunakan untuk melibatkan dan memberdayakan sektor swasta dalam mengawasi upaya penurunan emisi secara transparan. Sektor swasta dan keuangan kini meningkatkan partisipasinya dalam program pelaporan sukarela. Misalnya, Satuan Tugas untuk Pengungkapan Keuangan terkait Iklim/Task Force on Climate-related Financial Disclosures, yang baru-baru ini mengeluarkan rekomendasi bagaimana perusahaan dapat menilai dan mengungkapkan risiko dan peluang terkait iklim, kini telah didukung oleh lebih dari 800 perusahaan. Standar metodologis seperti Protokol Gas Rumah Kaca untuk penghitungan emisi juga membantu menjaga kualitas dan konsistensi data tambahan. Saat ini, sekitar 90 persen perusahaan Fortune 500 melapor ke CDP menggunakan Protokol Gas Rumah Kaca.
  • Investasi pemerintah dan sektor swasta sangat penting. Pemerintah perlu berinvestasi dalam membangun skema pengungkapan dan pelaporan gas rumah kaca yang baik. Sementara itu, perusahaan membutuhkan staf yang memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan memroses data gas rumah kaca dan mengukur kinerjanya dari waktu ke waktu.

Data yang Lebih Baik Menghasilkan Lebih Banyak Aksi Iklim

Siklus data akan lebih efektif jika dibarengi dengan upaya kooperatif yang bertujuan untuk memobilisasi dan meningkatkan aksi iklim. Konsep siklus data ini didasari oleh gagasan siklus ambisi, sebuah siklus umpan balik positif ketika kebijakan pemerintah yang tegas dan kepemimpinan sektor swasta saling mendukung, hingga aksi iklim dapat semakin ditingkatkan.

Di bawah ini merupakan beberapa cara untuk menggabungkan siklus data dan ambisi, seperti:

Penetapan harga karbon. Sistem pengumpulan data dan pemantauan adalah prasyarat untuk skema penetapan harga karbon yang efektif; jika emisi gas rumah kaca tidak dihitung, emisi tersebut tidak dapat dikenai pajak atau diperdagangkan. Misalnya, kurangnya data akurat dalam sistem perdagangan emisi dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara tunjangan yang dikeluarkan dan emisi sebenarnya. Dengan skema penetapan harga karbon yang komprehensif, investor akan lebih berani mendanai teknologi bebas karbon. Agar penetapan harga karbon dapat mendukung aksi iklim yang lebih besar secara efektif, skema tersebut harus dibangun dengan basis data yang kuat. Saat ini, semakin banyak negara mempertimbangkan upaya untuk memperluas skema penetapan harga karbon. Beberapa perusahaan bahkan telah mengadopsi dan menerapkan harga karbon internal.

Target Berbasis Sains. Inisiatif Target Berbasis Sains (Science Based Targets initiative/SBTi) mendorong perusahaan untuk menetapkan target pengurangan emisi berbasis sains, yang sejalan dengan pembatasan kenaikan suhu global 1,5 derajat Celsius atau di bawah 2 derajat Celsius. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan perlu mengetahui dan memahami emisi yang mereka keluarkan serta menyiapkan inventarisasi gas rumah kaca mereka. Upaya Jepang untuk mendorong keikutsertaan sektor swasta dalam SBTi patut dicontoh negara lain. Pasalnya, pemerintah Jepang telah menargetkan penerapan target berbasis sains yang telah disetujui oleh 100 perusahaan pada akhir 2020.

City Developments Limited, sebuah perusahaan real estat Singapura juga memberikan contoh penerapan target berbasis sains dan harga karbon yang baik. Perusahaan tersebut telah mengambil beberapa langkah untuk lebih memahami data emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, termasuk memastikan keakuratannya melalui verifikasi pihak ketiga. Perusahaan itu telah mengambil langkah maju dalam upayanya meningkatkan aksi iklim dengan menerapkan target berbasis sains yang disetujui oleh SBTi dan telah menetapkan harga karbon internal. Menurut perusahaan tersebut, langkah ini terinspirasi dari langkah maju yang diambil oleh pemerintah-pemerintah melalui Perjanjian Paris dan upaya Singapura untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, termasuk penerapan kebijakan pajak karbon Singapura baru-baru ini.

Memperkuat Aksi Iklim Perusahaan dan Pemerintah

Tujuan Perjanjian Paris tidak akan pernah tercapai jika pemerintah dan para pelaku bisnis tidak meningkatkan upaya mereka secara signifikan. Pertukaran data yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku bisnis akan menghasilkan dasar yang lebih kuat bagi tindakan iklim nasional dan perusahaan pada laju dan skala yang diperlukan. Peluang ini sayangnya belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh pemerintah dan perusahaan nasional. Tetapi, seperti yang ditunjukkan dalam analisis terbaru kami, sudah banyak langkah efektif yang dapat digunakan sebagai contoh.

Kertas Kerja ini diterbitkan sebagai bagian dari Partnership to Strengthen Transparency for co-Innovation (PaSTI), sebuah kolaborasi antara WRI, WRI Indonesia, Overseas Environmental Cooperation Center dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. PaSTI bertujuan untuk: melibatkan aktor non-negara, termasuk sektor swasta, dalam aksi iklim; meningkatkan kapasitas struktur kelembagaan di negara-negara berkembang; dan memperkuat sistem transparansi di tingkat regional, nasional dan subnasional. Lingkup kerja PaSTI terpusat di Asia, khususnya negara-negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN).