Sembilan dari sepuluh warga DKI Jakarta menghirup udara buruk, yang dampak utamanya sangat terasa pada aspek kesehatan serta turunnya produktivitas ekonomi. Berdasarkan studi World Bank Group (2022), masyarakat Indonesia memiliki angka harapan hidup 2,5 tahun lebih lama jika tanpa adanya paparan dari polusi udara. Sementara dari sektor ekonomi, besaran kerugian yang ditimbulkan dari polusi udara setara dengan 6,6% GDP tahun 2019.  

Jakarta merupakan salah satu dari lima provinsi dengan tingkat kematian tertinggi akibat paparan polusi udara luar ruangan. Setidaknya terdapat 5000 kasus kematian di Jakarta pada tahun 2019 yang terkait dengan paparan partikulat (Particulate Matter/PM2.5) berdasarkan studi Global Burden Disease (GBD). Selain mortalitas tinggi, paparan polusi udara juga menyebabkan peningkatan morbiditas yang signifikan. Menurut estimasi BreathEasy Jakarta (2017), terdapat sekitar 260.000 serangan asma dan 85.000 kunjungan rumah sakit dengan simptom yang berkaitan erat dengan paparan polusi udara. 

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama stakeholders lainnya tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan, antara lain melalui penyusunan Peraturan Gubernur (Ranpergub) tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).  

Sayangnya, kepengurusan Pemprov DKI Jakarta di bawah pimpinan Gubernur Anies Baswedan tidak sempat menandatangani Ranpergub tersebut sebelum masa akhir periodenya. Melihat pentingnya Ranpergub tersebut, World Resources Institute (WRI) Indonesia mendorong kepengurusan baru Pemprov DKI Jakarta untuk segera menandatangani Ranpergub tersebut.  

RANPERGUB Pengendalian Kualitas Udara

Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU) disusun sebagai upaya Pemprov DKI Jakata untuk meningkatkan kualitas udara di wilayah Ibu Kota yang merupakan prioritas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Urgensi penyusunan SPPU dikuatkan berdasarkan peninjauan Indeks Kualitas Udara (IKU) Jakarta yang menempati posisi terendah pada tahun 2019 menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta didorong oleh meningkatnya kesadaran publik akan hak udara bersih, dan sorotan masyarakat internasional. 

Ranpergub SPPU mengandung 75 rencana aksi pengendalian pencemaran udara yang meliputi peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara dan pengurangan emisi, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak. Peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara dilakukan dengan berbagai program nyata, seperti peningkatan kuantitas dan kualitas kajian inventarisasi emisi yang berkelanjutan; peningkatan sistem pemantauan dan evaluasi mutu udara; serta kajian dampak polusi udara terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. Tak hanya itu, upaya peningkatan tata kelola juga meliputi pembentukan tim kerja lintas sektoral, penyusunan regulasi dan kebijakan, dan law enforcement. 

Ranpergub SPPU ini juga memuat ajakan untuk meningkatkan peran serta publik dalam perbaikan kualitas udara, yang mencakup kampanye penggunaan transportasi umum, energi terbarukan, dan kampanye udara bersih yang dikemas sebagai “langit biru”. Terdapat juga peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). 

Clean Air Catalyst sebagai Solusi untuk Langit Biru Jakarta

CAC (Clean Air Catalyst) adalah program udara bersih yang dijalankan oleh konsorsium lembaga internasional yang didukung oleh U.S. Agency for International Development (USAID). Di Indonesia, CAC memilih Jakarta sebagai kota percontohan dengan WRI Indonesia sebagai mitra pembangunan, dan telah melakukan pendetailan sumber-sumber dominan, yang hasilnya sejalan dengan penelitian-penelitian terdahulu, yaitu bahwa sektor transportasi masih menjadi sumber dominan yang mempengaruhi kondisi udara di Jakarta. Temuan baru yang menjadi akar permasalahan di sektor transportasi yaitu HDV (heavy duty vehicle), khususnya emisi dari truk dan bus menyumbang 44% emisi dari seluruh sektor transportasi sedangkan jumlahnya tidak sampai 5.2% dari seluruh moda transportasi.  

CAC bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, berencana untuk memasang alat pemantauan kualitas udara untuk mengamati PM2.5 dan black carbon. Senyawa black carbon merupakan salah satu komponen dari PM2.5 yang biasa dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Paparan PM2.5 membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan stunting bagi ibu hamil.  

Bayang-bayang Perpindahan Kekuasaan di Tengah Rancangan PERGUB SPPU

Pergantian kepemimpinan merupakan hal yang mutlak di negara demokratis seperti Indonesia. Namun, perpindahan kekuasan tersebut tidak serta merta memastikan kebijakan yang lama akan dibawa oleh pemimpin berikutnya. Momentum transisi perpindahan kekuasaan Gubernur DKI Jakarta ini menimbulkan tanda tanya besar terkait nasib Ranpergub SPPU yang saat ini masih belum disahkan. Melalui Ranpergub SPPU, penanganan polusi udara memiliki kekuatan hukum untuk mendorong lembaga lintas sektor dalam pengendalian pencemaran udara. Pengesahan ini seyogyanya menjadi agenda prioritas untuk membirukan kembali langit dan mengembalikan hak udara bersih bagi masyarakat Jakarta.