Mengetahui implementasi aksi iklim yang bertanggung jawab dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia sangatlah penting, mengingat negara-negara tersebut menyumbang sekitar 80 persen gas rumah kaca (GRK) dan produk domestik bruto di dunia. Dalam rangkaian artikel blog tentang kemajuan iklim negara-negara G20, peneliti WRI dan para mitranya menganalisis langkah-langkah yang telah ditempuh negara anggota G20 serta tantangan yang mereka hadapi.

Sebagai negara penyumbang Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar kelima di dunia dan penyumbang terbesar emisi dari sektor kehutanan, keberhasilan Indonesia dalam mencapai komitmen iklim nasionalnya dapat secara signifikan membatasi kenaikan suhu bumi di bawah batas 2 derajat Celcius (3.6 F), seperti tertera di dalam Perjanjian Paris. Hampir setahun telah berlalu sejak Indonesia menyerahkan rencana aksi iklim nasional pertamanya, atau dikenal dengan kontribusi nasional yang ditentukan (Nationally Determined Contribution/NDC), kepada Perserikatan Bangsa-bangsa. Di dalamnya, pemerintah berjanji untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29 persen terhadap skenario baseline bisnis seperti biasa pada tahun 2030, dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Publikasi penelitian terbaru WRI, “Bagaimana Indonesia dapat Mencapai Target Mitigasi Perubahan Iklimnya? Analisis terhadap Potensi Penurunan Emisi dari Kebijakan Energi dan Tata Guna Lahan,” merupakan salah satu penelitian pertama yang mencermati potensi kebijakan publik Indonesia saat ini di sektor tata guna lahan dan energi, yang berkontribusi terhadap lebih dari 80 persen total emisi nasional Indonesia. Implementasi kebijakan di dua sektor tersebut penting untuk mencapai target pengurangan emisi nasional yang cukup ambisius. Penelitian ini juga mengevaluasi penguatan kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengurangi emisi lebih lanjut.

Berikut adalah temuan utama dari penelitian tersebut.

1. Indonesia dapat mencapai target emisinya dengan memperkuat kebijakan yang ada.

Dimulai dari langkah awal mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk secara sukarela mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia sampai tahun 2020, hingga komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengurangi 29 hingga 41 persen total emisi nasional pada 2030 seperti tertuang dalam Kontribusi Nasional (NDC), Indonesia telah menunjukkan berbagai langkah untuk membantu mengatasi perubahan iklim. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 menetapkan beberapa target mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yang kemudian diterjemahkan oleh pemerintah provinsi ke dalam target aksi iklim di tingkat daerah. Selain itu, pemerintah Indonesia telah menaikkan anggaran untuk upaya mitigasi dan adaptasi iklim, serta memperkenalkan kebijakan fiskal guna mengurangi emisi dari sektor energi dan tata guna lahan.

Meskipun berbagai langkah nyata telah diupayakan, penelitian kami menunjukkan bahwa potensi mitigasi karbon dioksida (CO2) dari kebijakan dan peraturan nasional di sektor lahan dan energi – termasuk kebijakan moratorium perizinan konsesi di hutan dan lahan gambut, restorasi lahan gambut, target bauran energi terbarukan, perhutanan sosial, serta rehabilitasi lahan hutan yang terdegradasi — belum cukup untuk mencapai komitmen iklim Indonesia. Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa upaya kebijakan tersebut hanya dapat mengurangi emisi menjadi sekitar 2,3 Gigaton emisi CO2, melampaui target nasional yang menetapkan emisi sebesar 2 Gigaton pada 2030.

PROYEKSI EMISI BIDANG LAHAN DAN ENERGI BERBAGAI SKENARIO, 2010-2030

Evaluasi Emisi.

Kebijakan yang ada di Indonesia saat ini merupakan titik awal yang baik. Penguatan dan perpanjangan kebijakan tersebut dapat menghasilkan potensi pengurangan emisi yang signifikan. Pilihan penguatan beberapa kebijakan tersebut antara lain perpanjangan kebijakan moratorium hutan sampai dengan tahun 2030 dan perluasan kawasan moratorium dengan mencakup hutan sekunder serta area hutan di bawah izin konsesi; restorasi tambahan lahan gambut terdegradasi seluas 4,6 juta hektar; serta penerapan kebijakan konservasi energi.

Jika digabungkan, penguatan kebijakan tersebut dapat mengurangi emisi karbon 20 persen lebih besar dibanding kebijakan yang telah ada saat ini, menghasilkan total emisi nasional sebesar 1,7 Gigaton emisi CO2 di tahun 2030. Keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat membawa Indonesia mencapai target pengurangan 29 persen emisi, dan berpotensi untuk dapat mencapai target 41 persen, bergantung dari upaya pemerintah untuk mengurangi emisi dari sektor lainnya.

2. Kebijakan moratorium hutan Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi terbesar.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan moratorium hutan Indonesia memiliki potensi mitigasi terbesar secara keseluruhan. Jika dilaksanakan dengan baik dan berlanjut hingga tahun 2030, penghentian pembukaan dan konversi hutan primer dan lahan gambut dapat menghindari 188 juta metrik ton emisi CO2 pada 2030. Selanjutnya, jika moratorium diperkuat dengan mencakup hutan sekunder dan menghentikan izin konsesi yang telah dikeluarkan di hutan, potensi pengurangan emisi akan berlipat ganda, dimana penurunan emisi dapat mencapai 427 juta metrik ton emisi CO2 pada tahun 2030.

PERBANDINGAN PROYEKSI MITIGASI DI SEKTOR LAHAN DAN ENERGI DI INDONESIA, 2030

Evaluasi Emisi.

3. Sektor energi akan mulai mendominasi emisi karbon Indonesia dalam satu dekade ke depan

Meskipun tata guna lahan dan kebakaran lahan gambut di Indonesia merupakan dua penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia, faktor lain juga turut berkontribusi. Proyeksi pertumbuhan populasi di Indonesia dan perekonomian yang terus berkembang akan meningkatkan konsumsi energi. Analisis WRI menunjukkan bahwa sektor energi kemungkinan akan menjadi penyumbang emisi CO2 terbesar antara tahun 2026 dan 2027. Dengan demikian, sudah saatnya untuk mempertimbangkan upaya mitigasi perubahan iklim dari sektor lain, selain sektor lahan.

Mencapai target bauran energi terbarukan membutuhkan beberapa arahan kebijakan, seperti pajak karbon pada pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil, mengganti pengembangan pembangkit listrik tenaga batubara dengan sumber energi bersih dan terbarukan (angin atau matahari), dan memberikan subsidi dan tarif feed-in yang lebih baik untuk mempromosikan sumber energi terbarukan. Selain itu, upaya konservasi energi perlu dilakukan untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan energi di masa depan.

Evaluasi Emisi.

Langkah Ke Depan

Agar dapat mencapai target iklim nasionalnya, Indonesia perlu memberikan prioritas pada implementasi kebijakan di sektor lahan dan energi yang telah ditetapkan serta mulai memikirkan kebijakan mitigasi perubahan iklim yang lebih ambisius. Prasyarat untuk mencapai strategi tersebut adalah transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pemahaman bahwa perubahan iklim adalah isu lintas sektoral dan multidimensi akan memungkinkan kolaborasi vertikal dan horizontal yang lebih baik, tidak hanya antara instansi pemerintah, tetapi juga dalam kolaborasi dengan pelaku usaha dan masyarakat sipil. Pada akhirnya, pendekatan yang memprioritaskan komitmen untuk bertindak, melembagakan langkah-langkah upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat nasional dan lokal, serta membangun kolaborasi konkret untuk memperluas upaya semacam itu dapat menghasilkan kemajuan nyata, dan menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam membangun perekonomian yang berkelanjutan.