Koalisi Sistem Pangan Lestari
Menyuarakan urgensi untuk mentransformasi cara produksi dan konsumsi pangan serta tata guna lahan demi manusia, alam, dan iklim.
Tujuan
Koalisi Sistem Pangan Lestari merupakan bagian dari Food and Land Use Coalition (FOLU), inisiatif global yang bekerja bersama para mitra guna mentransformasi sistem pangan dan tata guna lahan dunia melalui penyusunan solusi berbasis sains dan aksi kolektif yang ambisius.
Indonesia merupakan salah satu negara pelopor inisiatif ini, bersama dengan Kolombia, Etiopia, Cina, India, Australia, negara-negara Nordik, dan Inggris. WRI Indonesia berperan sebagai sekretariat yang bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan dan kerja kolaboratif antara para pemangku kepentingan di Indonesia.
Di mana
Kalimantan Timur, Papua Barat, Papua, Indonesia, global
Mengapa
Indonesia sangat bergantung pada sektor pertanian dan sumber daya alam berbasis lahan, yang berkontribusi sebesar 17 persen dari total PDB. Jutaan masyarakat Indonesia juga bergantung pada sektor ini sebagai mata pencaharian. Sekitar 11 juta pekerja dan keluarganya bergantung pada industri minyak sawit yang berkontribusi pada 20 persen dari total pendapatan ekspor nasional. Sebanyak 16 juta orang lainnya bekerja di industri pangan, 4 juta orang di sektor peternakan, dan 3 juta lainnya di sektor holtikultura.
Sayangnya, pertumbuhan sektor pertanian dan sumber daya alam berbasis lahan diiringi dengan kerusakan lingkungan dan krisis iklim, yang memicu kerugian ekonomi. Perubahan iklim dan degradasi sumber daya alam dapat mengurangi setengah dari potensi pertumbuhan PDB Indonesia, dari 7 menjadi 3,5 persen pada 2050. Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di 2019 diperkirakan mencapai 5,2 miliar dolar AS. Deforestasi, kebakaran hutan dan lahan gambut, serta alih fungsi lahan pada tahun 2012 menyebabkan setidaknya 47,8 persen dari total emisi gas rumah kaca Indonesia.
Di saat yang sama, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kehilangan dan pemborosan pangan tertinggi di dunia. Contohnya kehilangan dan pemborosan dari sektor perikanan, yang mencapai sekitar 300 kilogram per orang dalam satu tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infrastruktur yang kurang memadai dan kerumitan rantai pasok dari lahan pertanian (atau pelabuhan) menuju meja makan.
Ironisnya, Indonesia juga masih menghadapi beban ganda malnutrisi yang tinggi, di mana yang kelaparan dan obesitas hidup berdampingan: sebanyak 36 persen populasi Indonesia tidak mampu membeli makanan pokok, sementara 25 persen mengalami obesitas. Jika digabungkan, malnutrisi, obesitas, dan diabetes dapat menyebabkan penurunan PDB rata-rata 2 hingga 3 persen per tahun.
Oleh karena itu, merupakan kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia untuk mentransformasi cara produksi dan konsumsi pangannya agar dapat mengatasi berbagai masalah tersebut.
Bagaimana
Terdapat empat prioritas utama dalam transformasi sistem pangan dan tata guna lahan di Indonesia:
Pola makan sehat
Penyusunan kebijakan nasional untuk mempromosikan pola makan sehat di 1000 hari pertama kehidupan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping berkualitas menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dapat dilakukan di sekolah, komunitas, maupun kelompok keagamaan. Pembatasan iklan dan pemasaran makanan dan minuman berkadar gula berlebih juga perlu dilakukan, terutama bagi anak-anak. Selain itu, dibutuhkan peningkatan investasi penyediaan akses menyeluruh atas akses pelayanan kesehatan.
Pertanian produktif dan regeneratif
Rantai pasok pertanian di Indonesia identik dengan tingginya tingkat kemiskinan pelaku usaha kecil, erosi tanah, serta kehilangan dan pemborosan pangan. Peningkatan inovasi dan teknologi dalam rantai pasok, di minyak sawit misalnya, akan dapat meningkatkan produktivitas, sehingga Indonesia dapat memenuhi target peningkatan produksi tanpa menebang lebih banyak hutan.
Proteksi dan restorasi alam
Indonesia telah menetapkan perluasan moratorium pembukaan hutan mencakup hutan primer dan lahan gambut kaya karbon secara permanen. Kebijakan ini dapat melindungi 66 juta hektar lahan dan mengurangi lebih dari 80 persen alih fungsi lahan gambut di 2017 dan 2018.
Laut yang sehat dan produktif
Indonesia memiliki rencana nasional untuk lautnya, termasuk rencana perluasan jaringan kawasan perlindungan laut dan komitmen untuk memastikan tata kelola perikanan yang berkelanjutan. Untuk mencapai hal ini, Koalisi FOLU mendorong komitmen politik, kerja sama antar lembaga pemerintahan, serta peningkatan investasi.
Mitra
Koalisi FOLU di Indonesia bernaung dalam kerangka Pembangunan Rendah Karbon Indonesia Kementerian Perencanaan Nasional/BAPPENAS. FOLU juga mengembangkan sistem pangan dan tata kelola lahan berkelanjutan jangka panjang di Indonesia melalui Konsorsium FABLE, dipimpin oleh anggota FABLE seperti Center for Climate Risk and Opportunity Management, Institut Pertanian Bogor (CCROM-IPB) dan Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia (RCCC-UI). Di tingkat global, mitra kami meliputi:
- Alliance for a Green Revolution in Africa (AGRA)
- EAT Forum
- Global Alliance for Improve Nutrition (GAIN)
- International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA)
- Sustainable Development Solutions Network (SDSN)
- SYSTEMIQ, World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
- World Resources Institute